Hubungan
Indonesia-Malaysia saring dipahami dan dilihat secara emosional. Beberapa
peristiwa seperti perlakuan terhadap para pekerja Indonesia di Malaysia,
kemudian klaim Malaysia terhadap produk budaya dan karya Indonesia, selalu
menimbulkan protes di Indonesia dan mengarah pada ketegangan hubungan di kedua
negara. Lebih dari itu, berhasilnya Malaysia memenangkan kedaulatan terhadap
pulau-pulau Sipadan dan Ligitan dan klaim Malaysia terhadap wilayah laut blok
Ambalat di Laut Sulawesi telah memacu protes serius di Indonesia.
Dari
berbagai protes itu, kesan umum yang berkernbang di Indonesia adalah bahwa
Malaysia adalah negara yang semakin arogan, menginjak wibawa Indonesia dan
tidak pantas balas budi. Di media bahkan disarankan bahwa untuk mendapatkan
kembali respek Malaysia terhadap Indonesia, seharusnya Indonesia tidak
segan-segan melakukan konfrontasi separti zaman Sukarno ataupun meningkatkan
kemampuan tempur. Tidak sedikit yang menyarankan bahwa sudah saatnya Malaysia
diberi pelajaran dari kesemena-menaan kebijakan mereka.
Hubungan
Indonesia-Malaysia sebenarnya semakin kompleks dan tidak dapat dipahami secara
emosional. Hal ini terlihat dari sikap kebanyakan masyarakat Indonesia terhadap
Malaysia lebih banyak diinformasikan dan dipengaruhi oleh pemahaman lama yang
statis tentang Malaysia sebagai bagian dari negara Serumpun yang memiliki
banyak persamaan nasib dan nilai-nilai dengan Indonesia. Pemahaman demikian
mengabaikan perubahan identitas yang telah terjadi di Malaysia termasuk juga
cara mareka memahami dan melihat Indonesia. Walaupun konsep serumpun itu
sendiri masih sering digunakan oleh para elit pemerintah Malaysia, tetapi makna
dan fungsinya berbeda dengan yang dipahami secara umum di Indonesia.
Sumber
konflik Malaysia-Indonesia berkaitan dengan perebutan sumber-sumber ekonomi
seperti di Sipadan-Ligitan, Ambalat, masalah lintas batas, perdagangan galap, illegal
logging, migrant workers dan human trafficking. Demikian juga
dilaporkan sering terjadi pelanggaran perbatasan oleh Malaysia baik perbatasan
udera, laut dan darat yang kemudian akan menimbulkan protes dari pihak Indonesia.
Namun sejauh
ini penyelesaian berbagai masalah ini sering terhambat pada soal teknis
pelaksanaan yang sulit dan kurangnya kemauan politik di kedua negara untuk
sungguh-sungguh belum menyelesaikan sengketa. Penyelesaian yang dilakukan dalam
keadaan demikian seringkali bersifat reaktif dan sporadil, tanpa menyelesaikan
akan permasalahan sebenarnya. Ketika pernimpin Malaysia ini minta maaf
sebagaimana dituntut oleh Indonesia atas beberapa masalah yang terjadi,
hubungan kedua negara seperti normal kembali. Namun suatu saat beberapa masalah
dengan sumber yang sama seperti penganiayaan terhadap TKI akan muncul kembali
dan menimbulkan emosi dan reaksi yang berlebihan.\
Para pekerja
atau bahkan turis Indonesia yang diperlakukan buruk di negeri jiran ini akan
segera, membuat marah masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pelanggaran
perbatasan oleh Malaysia misalnya akan menimbulkan reaksi yang sama di berbagai
kota di Indonesia. Sebagai akibat peristiwa ini, Indonesia akan meminta
pemerintah Malaysia meminta maaf. Penjelasan demikian tentu saja panting namun
tetap menyisakan masalah mendasar yang menjadi akar perbedaan dalam hubungan
bilateral kedua negara. Keadaan demikian memerlukan suatu pemahaman lebih baik
daripada sekedar melihat persoalan dari hubungan sebab akibat yang terjadi di
permukaan.
Kedua negara
dipahami dalam tataran perbedaan pemahaman tentang identitas satu dengan yang
lain yang menjadi sumber bagi naik turunnya hubungan kedua negara. Lebih
konkritnya kedua negara telah mengalami konstruksi identitas yang berbeda satu
dengan yang lainnya yang berlangsung terus menerus hingga sekarang. Pemahaman
tentang shared atau collective Identity antara, kedua negara sudah
semakin senjang bersamaan dengan berjalannya waktu, dan dalam hal ini pemahaman
Malaysia berbeda dengan periode sebelum ini, dimana konsep serumpun misalnya
dipahami sebagai salah salah satu bagian ‘collective identity’ kedua
negara.
Ada empat
variable ‘ideational’ penting yang berkaitan dengan sumber identitas
kolektif ini, yakni interdependence, common fate, homogeneity, dan
self-restraint, Keempat
faktor ini tidak berdiri sendiri dalam membentuk identitas, melainkan secara
bersama-sama. Kekuatan dari identitas kolektif demikian bergantung para
intensitas dari gabungan faktor-faktor ini. Berkaitan dengan identitas kolektif
ini, perlu dibicarakan juga pengetahuan bersama (common knowledge) dan
pengetahuan kolektif yang ini sumber inspirasi bagi identitas Malaysia. Salah
satu common knowledge yang berkembang adalah cita-cita tentang ‘Malaysia
Boleh’, ‘New Asia’ dan konsep-konsep lain yang menjadi wacanan untuk
mendorang kesiapan Malaysia untuk bersaing di dunia global. Malaysia seperti
banyak negara lain di era globalisasi tidak bisa terlepas dari struktur peranan
untuk mempersiapkan diri bersaing sebagai agen globalisasi. Pemahaman tentang
aspek identitas terakhir ini yang perlu dikaji untuk melihat bagaimana Malaysia
meletakkan hubungannya dengan Indonesia dari aspek kebudayaan.
Sistem-Sistem Ekonomi
Sistem Kapitalis
Sistem kapitalis merupakan satu sistem ekonomi yang wujud sejak kurun ke-19. Di
antara ciri-ciri terpenting sistem ini ialah ia mengamalkan dasar pasaran bebas
dan pemilikan harta persendirian. Dalam sistem ini, manusia bebas
mentadbir dan menggunakan sumber-sumber yang ada tanpa banyak campur tangan
daripada kerajaan. Kerajaan tidak mengawal sumber dan tidak juga menetapkan
upah dan harga. Ini semua ditentukan oleh permintaan dan penawarnya. Di bawah
sistem ini , individu dan pihak lain termasuk syarikat boleh memiliki harta,
menjual dan memindahkannya dengan bebas. Namun begitu, untuk menjamin bahawa
sistem ini berjalan lancar dan tidak mempunyai sebarang unsur penindasan dan
penipuan di antara pihak pembekal dan pengguna, kerajaan dalam keadaan-keadaan
tertentu boleh memainkan peranan dalam pasaran. Biasanya penglibatan ini terhad
kepada pengenalan serta pelaksanaan peraturan dan undang-undang bagi menjamin
kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan teratur. Amerika syarikat adalah di
antara contoh negara yang mengamalkan sistem ini.
Sistem Ekonomi Sosialis
Sistem ini merupakan satu sistem yang mengenakan beberapa sekatan ke atas kuasa
pasaran dan pemilikan harta persendirian. Dalam sistem ini, kerajaan mengawal
dan memiliki sumber-sumber keperluan utama seperti bekalan elektrik, air,
telekomunikasi, tenaga, industri-industri berat dan sumber-sumber pertanian.
Manakala pihak swasta atau persendirian pula hanya di benar mengendalikan dan
memiliki perniagaan-perniagaan kecil dan tidak penting. Dengan itu, kerajaan
menguasai pasaran dan menjadi peserta utama yang menetapkan upah harga dalam
pasaran. Negara-negara yang mengamalkan sistem ini adalah negara-negara Eropah
Timur, Myanmar, Laos dan beberapa negara di Afrika.
Sistem Ekonomi Komunis
Sistem ini tidak mengiktiraf pemilikan harta persendirian dan mengetepikan
langsung dasar pasaran bebas. Segala pentadbiran, pemindahan dan pengagihan
sumber semuanya adalah diuruskan oleh kerajaan. Rakyat dan swasta tidak
dibenarkan langsung menguasai sumber-sumber negara. Sebaliknya sumber-sumber negara
diagihkan kepada rakyat mengikut kehendak kerajaan. Sistem ini telah diamalkan
oleh bekas Kesatuan Soviet, Republik Rakyat China, Cuba dan sebahagian
negara-negara Afrika. Sistem ini telah pun runtuh di beberapa buah negara asta
kehendak rakyatnya sendiri.
Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran merupakan satu sistem ekonomi hasil daripada campuran
dia atara sistem kapitalis dan sistem sosialis. Melalui sistem ini, kerajaan
dan pihak persendirian atau swasta bekerjasama untuk membentuk satu pasaran
yang lebih adil. Dasar-dasar kerajaan digubal secara menyeluruh dan merangkumi
semua pihak termasuk pihak swasta atau persendirian. Kerajaan sebagai pentadbir
walau bagaimanapun boleh campur tangan dalam pasaran serta urusan ekonomi dan
kewangan apabila keadaan memerlukan.
Hak milik kerajaan dan persendirian akan digembleng untuk kebaikan rakyat.
Walaupun kerajaan menjadi pemilik kepada badan-badan utiliti tertentu
tertentu namun pihak swasta atau persendirian juga dibenarkan terlibat
dalam kegiatan-kegiatan perniagaan yang besar serta menjadi pemilik kepada
industri-industri gergasi yang penting di negara ini bahkan berbagai-bagai
insentif diberikan untuk menggerakkan kegiatan sektor swasta. Malaysia adalah
di antara negara yang mengamalkan sistem ekonomi campuran.
Ekonomi Islam
Kegiatan ekonomi Islam merupakan satu kewajipan yang penting di dalam Islam.
Tuntutan terhadap ekonomi di dalam Islam adalah penting kerana Islam satu cara
hidup yang menyatupadukan kehendak-kehendak kebendaan dan rohaniah manusia.
Asas-asas ekonomi Islam terkandung di dalam Al-Quran dan juga sunah Rasulullah
s.a.w. Daripada sumber-sumber ini, ulamak-ulamak dan ahli-ahli ekonomi Islam
telah mengupas beberapa prinsip sistem ekonomi Islam. Prinsip-prinsip utama
dirumuskan seperti berikut:
1. Konsep Pemilik Di benar Dan Khalifah
2. Integrasi Antara Nilai-Nilai Akhlak Dan Kegiatan Ekonomi
3. Sikap Positif Terhadap Aktiviti Dan Pembangunan Ekonomi
4. Agihan Semula Kekayaan
5. Perkongsian Untung (Dan Rugi)
Sumber Maklumat: Kefahaman
Ekonomi, Mustapha Mohamed
“ Ekonomi
campuran adalah sistem ekonomi yang
menggabungkan lebih dari satu aspek
sistem ekonomi. Lazimnya, ekonomi campuran mengandungi unsur kapitalisme dan sosialisme. Tiada satu definisi untuk ekonomi
campuran tetapi aspek penting adalah darjah kebebasan ekonomi
persendirian (termasuk pemilikan industri secara persendirian) bercampur
aduk dengan ekonomi terancang (termasuk campur tangan untuk kebajikan sosial, pemuliharaan alam sekitar, atau pemilikan
aset atau sumber pengeluaran
oleh negara ).”
Manakala
menurut (Yearm 2006:24) sistem ekonomi campuran adalah satu sistem dimana pihak
swasta dan kerajaan bersama-sama membuat keputusan ekonomi untukmenyelesaikan masalah asas ekonomi.
1.3Ciri-ciri ekonomi campuran1.3.1 Kegiatan ekonomi ditentukan oleh pihak swasta
dan pihak awam
Kerajaan - mengeluarkan barang yang gagal disediakan oleh mekanisme
harga-meningkatkan taraf kebajikan rakyat.
Swasta - barang yang dikehendaki oleh masyarakat memaksimumkankeuntungan.
1.3.2Pilihan
Pengguna dan pengeluar, bebas membuat pilihan
Individu dan pihak swasta bebas menggunakan faktor pengeluaran yang
merekamiliki
Kerajaan membuat pengawalan di pasaran supaya pihak swast